Budaya Gengsi yang ada di Indonesia ternyata bukan hanya ada di kalangan menengah ke atas, tetapi sudah merambah ke kalangan menengah ke bawah. Sungguh sangat memprihatinkan bangsa kita ini. Beberapa perilaku yang mencerminkan budaya gengsi di negeri kita ini yang biasa saya lihat adalah:
- Besar Pasak daripada Tiang
Tentunya kita sudah tidak asing dengan istilah ini bukan? istilah ini mencerminkan pengeluaran yang lebih besar daripada pendapatan. Kalau pengeluarannya untuk kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan serta pendidikan anak-anak itu tidak menjadi hal yang mengherankan, namun menjadi sangat mengherankan bila hal ini terjadi lagi-lagi hanya karena gengsi. Mungkin ini terjadi karena faktor lingkungan. Lingkungan yang semakin heterogen menyebabkan kecemburuan sosial banyak terjadi. Hal ini menyebabkan kalangan orang-orang yang hidup berkecukupan ingin turut bermewah-mewahan tanpa melihat kemampuan mereka. Hal ini menyebabkan mereka menempuh jalan apa saja agar keinginannya bisa terkabul. Mereka tak segan-segan membuang harga dirinya dimata Tuhan dan orang lain. Sungguh sangat ironis bila kita melihat hal ini terjadi di tengah bangsa yang masih berusaha keluar dari berbagi masalah.
- Yang Penting Gaul
Hal ini biasa terjadi pada anak-anak remaja yang masih bimbang mencari jati dirinya. Rupanya budaya ini bukan hanya terjadi di kalangan menengah keatas,namun juga di kalangan menengah ke bawah. Mereka ingin bergaya seperti idolanya dan bisa dibilang gaul dan keren bagaimanapun caranya. Banyak dari mereka melupakan kewajiban utamanya sebagai anak serta pelajar yaitu belajar dan membantu orangtua untuk memenuhi hasratnya itu. Berbagai kegiatan yang saya lihat adalah kebiasaan menongkrong di pinggir jalan dengan motor-motor mereka yang dijejer di jalanan, ngobrol kasana kesini, bahkan tak jarang sambil bermesraan dengan pasangan mereka. Mereka tak menghiraukan masa depan mereka, apalagi orangtuanya demi kesenangan mereka. Merka selalu mempunyai selogan: "masa muda adalah masanya senang-senang" dan "muda hura-hura, tua kaya raya, mati masuk surga". Ya, saya pun tidak menyangkal bahwa pada saat remaja adalah masa-masa yang penuh kesenangan, namun kita harus tetap menjalankan tanggungjawab kita sebagai pelajar dan anak agar tak menyesal di kemudian hari.
- Yang Penting Gaul
Hal ini biasa terjadi pada anak-anak remaja yang masih bimbang mencari jati dirinya. Rupanya budaya ini bukan hanya terjadi di kalangan menengah keatas,namun juga di kalangan menengah ke bawah. Mereka ingin bergaya seperti idolanya dan bisa dibilang gaul dan keren bagaimanapun caranya. Banyak dari mereka melupakan kewajiban utamanya sebagai anak serta pelajar yaitu belajar dan membantu orangtua untuk memenuhi hasratnya itu. Berbagai kegiatan yang saya lihat adalah kebiasaan menongkrong di pinggir jalan dengan motor-motor mereka yang dijejer di jalanan, ngobrol kasana kesini, bahkan tak jarang sambil bermesraan dengan pasangan mereka. Mereka tak menghiraukan masa depan mereka, apalagi orangtuanya demi kesenangan mereka. Merka selalu mempunyai selogan: "masa muda adalah masanya senang-senang" dan "muda hura-hura, tua kaya raya, mati masuk surga". Ya, saya pun tidak menyangkal bahwa pada saat remaja adalah masa-masa yang penuh kesenangan, namun kita harus tetap menjalankan tanggungjawab kita sebagai pelajar dan anak agar tak menyesal di kemudian hari.
Selain faktor lingkungan, tak menutup kemungkinan hal diatas juga disebabkan karena kurangnya kontrol dari orang tua mereka. Sebagian orangtua pada kalangan menengah ke bawah sekarang sudah "meracuni" anaknya dari sejak kecil. Mereka terlalu memanjakan anaknya serta mengajari anaknya untuk tidak hidup sederhana. Hal ini bisa dilihat dari perilaku mereka mengajari anaknya mengendarai sepeda motor walaupun anaknya masih duduk di bangku sekolah dasar, serta memberi mereka fasilitas yang semestinya belum mereka butuhkan misalnya handphone. Mereka kira tindakan mereka itu merupakan salah satu tindakan kasih sayang pada anaknya, namun mereka tidak sadar tindakannya itu akan "meracuni" anaknya di masa depan, tentunya hal itu akan berbalik kepada para orangtua itu sendiri.
0 comments:
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63
Post a Comment
Saya sangat senang bila Anda berkenan memberikan komentar setelah membaca artikel ini